KONTRAK KERJA DALAM
BISNIS
Kontrak atau contracts (dalam
bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam bahasa Belanda) dalam
pengertian luas sering juga di namakan dengan istilah perjanjian. Kontrak
adalah dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak
melakukan perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang
bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk mentaati dan
melaksanakanya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hokum yang di
sebut perikatan (verbintenis). Dengan demikian kontrak dapat menimbulkan
hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut,
karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber hokum formal, asal kontrak
tersebut adalah kontrak yang sah. Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata ( B.W.)
perikatan bisa terjadi karena perjanjian maupun karena undang-undang. Jadi
makna perikatan lebih luas dari kata perjanjian, karena perikatan bisa ada
karena undang-undang dan perjanjian. Didalam perikatan yang lahir karena
undang-undang asas kebebasan untuk mengadakan perjanjian tidak berlaku. Suatu
perbuatan bisa menjadi perikatan karena kehendak dari undang- undang.
Untuk perikatan-perikatan yang lahir dari
perjanjian maka pembentuk undang- undang memberikan aturan-atuan yang umum,
namun tidak demikian halnya dengan perikatan yang lahir karena undang-undang,
pembentuk undang-undang membuat aturan- aturan yang harus dipenuhi oleh para
pihak untuk memenuhi kewajibannya.
Syarat Syahnya Kontrak
Menurut pasal 1320 KUH perdata kontrak adalah sah bila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Sepakat para pihak untuk mengikatkan dirinya;
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu; dan 4. suatu sebab yang halal.(3)
3) Hananudin Rahman, Legal Drafting, Citra
Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hal 4-5.
a. syarat
subjektif,
Syarat pertama dan kedua adalah mengenai
subyeknya / para pihak yang mengadakan kontrak, maka disebut syarat subyektif,
karena jika syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat
dimintakan pembatalannya.
syarat ini apabila dilangar maka kontrak dapat
dibatalkan, meliputi:
1) kecakapan
untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan);
2) kesepakatan
mereka yang mengikatkan dirinya.
Dengan
diperlukannya kata ” sepakat ”, maka berarti kedua pihak haruslah mempunyai
kebebasan kehendak dan tidak mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan adanya ”
cacat ” bagi perujudan kehendak tersebut.
b. syarat
objektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi
hukum, meliputi:
1) suatu
hal (objek) tertentu;
2) suatu
sebab yang halal (kausa).
Syarat
Batal Perjanjian kontrak kerja
Dalam perjanjian timbal balik (bilateral)
selalu hak dan kewajiban di sau pihak saling berhadapan dengan hak dan
kewajiban di pihak lain. Dalam hukum Romawi dikenal asas yang menyatakan bahwa
apabila salah satu pihak dalam perjanjian timbal balik tidak memenuhi
kewajibannya atau tidak berprestasi, pihak lainpun tidak perlu memenuhi kewajibannya.
Dalam perkembangannya asas ini dituangkan dalam berbagai bentuk Dan BW sendiri
yang mengikuti Code Civil Perancis memilih sebagai asas syarat batal seperti
tercantum dalam Pasal 1266,37) yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian yang bertimbal-balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
(2) Dalam hal yang demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim
(3) Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian.
(4) Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam perjanjian, hakim adalah leluasa untuk menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana, namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan.
Perumusan Pasal 1266 BW di atas ini ternyata mengandung berbagai macam kontradiktif dan menimbulkan kesan sedemikian rupa, seakan-akan perjanjian batal dengan sendirinya kniena hukum begitu debitur melakukan wanprestasi (ayat 1), padahal pembatalan perjanjian tersebut harus dimintakan kq>.ula hakim (ayat 2). Selain itu, juga menimbulkan kesan seakan akan debitur juga berhak menuntut pembatalan perjanjian, padahal menurut Pasal 1266 BW itu yang berhak menuntut pembatalan perjanjian hanyalah kreditur. Misalnya jika pembeli A menuntut penjual B yang wanprestasi agar menyerahkan barang yang dijualnya, B seakan-akan dapat menjawab bahwa oleh karena ia tidak memenuhi kewajibannya, perjanjian jual-beli itu batal demi hukum, sehingga harus dianggap tidak pernah terjadi.
Beberapa kesalahan dalam perumusan Pasal 1266 BW tersebut maupun dalam kaitannya dengan Pasal 1267 B W, kata Dr. Hofmann disebabkan oleh karena pembentuk undang-undang kurang tepat dalam memahami pendapat yang berlainan dari Domat dan Pothieer -dua orang ahli hukum Perancis zaman dahulu- yang berpengaruh besar pada perumusan Code Civil Perancis, sedangkan Code Civil Perancis merupakan kodifikasi yang telah ditiru.38)
(1) Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian yang bertimbal-balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
(2) Dalam hal yang demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim
(3) Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian.
(4) Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam perjanjian, hakim adalah leluasa untuk menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana, namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan.
Perumusan Pasal 1266 BW di atas ini ternyata mengandung berbagai macam kontradiktif dan menimbulkan kesan sedemikian rupa, seakan-akan perjanjian batal dengan sendirinya kniena hukum begitu debitur melakukan wanprestasi (ayat 1), padahal pembatalan perjanjian tersebut harus dimintakan kq>.ula hakim (ayat 2). Selain itu, juga menimbulkan kesan seakan akan debitur juga berhak menuntut pembatalan perjanjian, padahal menurut Pasal 1266 BW itu yang berhak menuntut pembatalan perjanjian hanyalah kreditur. Misalnya jika pembeli A menuntut penjual B yang wanprestasi agar menyerahkan barang yang dijualnya, B seakan-akan dapat menjawab bahwa oleh karena ia tidak memenuhi kewajibannya, perjanjian jual-beli itu batal demi hukum, sehingga harus dianggap tidak pernah terjadi.
Beberapa kesalahan dalam perumusan Pasal 1266 BW tersebut maupun dalam kaitannya dengan Pasal 1267 B W, kata Dr. Hofmann disebabkan oleh karena pembentuk undang-undang kurang tepat dalam memahami pendapat yang berlainan dari Domat dan Pothieer -dua orang ahli hukum Perancis zaman dahulu- yang berpengaruh besar pada perumusan Code Civil Perancis, sedangkan Code Civil Perancis merupakan kodifikasi yang telah ditiru.38)
Dengan memperhatikan pendapat-pendapat dan
tafsiran-tafsiran para ahli hukum pada umumnya terhadap ketentuan Pasal 1 266
BW tersebut, hal-hal yang menyangkut persyaratan untuk pembatalan perjanjian
yang diatur pasal itu dapat disimpulkan sebagai berikut di bawah ini:39)
Ada 3 syarat yang harus dipenuhi untuk terjadinya pembatalan perjanjian yaitu:
(1) Perjanjian harus bersifat timbal-balik;
(2) Harus ada wanprestasi;
(3) Harus dengan keputusan hakim.
Perjanjian yang bersifat timbal-balik adalah perjanjian dimana kedua belah pihak sama-sama mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi, misalnya perjanjian jual-beli, tukar menukar, sewa-menyewa dan lain sebagainya.
Ada 3 syarat yang harus dipenuhi untuk terjadinya pembatalan perjanjian yaitu:
(1) Perjanjian harus bersifat timbal-balik;
(2) Harus ada wanprestasi;
(3) Harus dengan keputusan hakim.
Perjanjian yang bersifat timbal-balik adalah perjanjian dimana kedua belah pihak sama-sama mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi, misalnya perjanjian jual-beli, tukar menukar, sewa-menyewa dan lain sebagainya.
Jika dalam perjanjian yang bersifat
timbal-balik. ini salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya artinya
nonprestasi, pihak lainnya dapat menuntut pembatalan. Namun, sebelum kreditur
menuntut pembatalan, debitur harus diberikan teguran/pernyataan lalai (ingebrekestelling)
lebih dahulu (Hoge Raad 3 Februari 1933), dan wanprestasi yang dijadikan alasan
harus mengenai hal yang prinsipil sekali (Hoge Raad 8 Mei 1930) jika tidak,
pembatalan tidak dapat dilakukan.
'Pembatalan tidak terjadi dengan sendirinya dengan adanya wanprestasi itu, melainkan harus dimintakan kepada hakim, dan hakimlah yang akan membatalkan perjanjian itu dengan keputusannya. Jadi keputusan hakim di sini bersifat konstitutif (membatalkan perjanjian antara penggugat dan tergugat), bukan bersifat deklaratif (menyatakan batal perjanjian antara penggugat dan terugat).
Dengan demikian, wanprestasi hanyalah sebagai alasan hakim menjatuhkan keputusannya yang membatalkan perjanjian itu. Karena itu, hakim menurut keadaan berwenang untuk memberikan tenggang waktu selama-lamanya satu bulan kepada debitur untuk memenuhi prestasi (ayat 4; Dalam memberikan waktu tersebut sudah tentu hakim harus mempertimbangkan apakah debitur dapat memenuhi prestasinya dan apakah prestasi itu masih ada manfaatnya bagi kreditur. Tenggang waktu yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi prestasi ini disebut dengan terme de grace (jangka waktu pengampunan).
Jadi, tuntutan kreditur untuk membatalkan perjanjiannya dengan debitur tidak selamanya harus dikabulkan hakim, melainkan hakim akan mempertimbangkan lebih dahulu besar-kecilnya wanprestasi yang dilakukan debitur. Jika ternyata wanprestasi yang dilakukan debitur hanyalah mengenal hal yang kecil saja, tuntutan kreditur untuk membatalkan perjanjian akan ditolak oleh hakim. Akan tetapi, jika wanprestasi yang dilakukan debitur ternyata cukup besar sehingga sangai merugikan kreditur, tuntutan kreditur untuk membatalkan pei'.injlan tersebut akan dikabulkan hakim. Wewenang hakim untuk menilai besar-kecilnya wanprestasi yang dilakukan debitur ini dinamakan wewenang discretionair.
Bilamana hakim dengan keputusannya telah membatalkan perjanjian, hubungan hukum antara pihak yang semula mengadakan perjanjianpun menjadi batal, sehingga masing-masing pihak tidak perlu lagi memenuhi prestasinya. Apabila salah satu pihak sudah memenuhi prestasi, ia dapat menuntut pihak lainnya yang wanprestasi untuk mengembalikannya atau jika tidak mungkin lagi, harganya saja. Pihak yang mengajukan pembatalan perjanjian, berhak juga untuk menuntut ganti kerugian kepada debitur sebagai akibat daripada wanprestasi yang dilakukannya.
'Pembatalan tidak terjadi dengan sendirinya dengan adanya wanprestasi itu, melainkan harus dimintakan kepada hakim, dan hakimlah yang akan membatalkan perjanjian itu dengan keputusannya. Jadi keputusan hakim di sini bersifat konstitutif (membatalkan perjanjian antara penggugat dan tergugat), bukan bersifat deklaratif (menyatakan batal perjanjian antara penggugat dan terugat).
Dengan demikian, wanprestasi hanyalah sebagai alasan hakim menjatuhkan keputusannya yang membatalkan perjanjian itu. Karena itu, hakim menurut keadaan berwenang untuk memberikan tenggang waktu selama-lamanya satu bulan kepada debitur untuk memenuhi prestasi (ayat 4; Dalam memberikan waktu tersebut sudah tentu hakim harus mempertimbangkan apakah debitur dapat memenuhi prestasinya dan apakah prestasi itu masih ada manfaatnya bagi kreditur. Tenggang waktu yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi prestasi ini disebut dengan terme de grace (jangka waktu pengampunan).
Jadi, tuntutan kreditur untuk membatalkan perjanjiannya dengan debitur tidak selamanya harus dikabulkan hakim, melainkan hakim akan mempertimbangkan lebih dahulu besar-kecilnya wanprestasi yang dilakukan debitur. Jika ternyata wanprestasi yang dilakukan debitur hanyalah mengenal hal yang kecil saja, tuntutan kreditur untuk membatalkan perjanjian akan ditolak oleh hakim. Akan tetapi, jika wanprestasi yang dilakukan debitur ternyata cukup besar sehingga sangai merugikan kreditur, tuntutan kreditur untuk membatalkan pei'.injlan tersebut akan dikabulkan hakim. Wewenang hakim untuk menilai besar-kecilnya wanprestasi yang dilakukan debitur ini dinamakan wewenang discretionair.
Bilamana hakim dengan keputusannya telah membatalkan perjanjian, hubungan hukum antara pihak yang semula mengadakan perjanjianpun menjadi batal, sehingga masing-masing pihak tidak perlu lagi memenuhi prestasinya. Apabila salah satu pihak sudah memenuhi prestasi, ia dapat menuntut pihak lainnya yang wanprestasi untuk mengembalikannya atau jika tidak mungkin lagi, harganya saja. Pihak yang mengajukan pembatalan perjanjian, berhak juga untuk menuntut ganti kerugian kepada debitur sebagai akibat daripada wanprestasi yang dilakukannya.
CONTOH SURAT PERJANJIAN
KERJASAMA/KONTRAK
PERJANJIAN KERJASAMA
ANTARA
JULIA
DENGAN
Dr. ABDUL RASYID SALIMAN, S.H., M.M.
TENTANG
PEMBERIAN PINJAMAN MODAL BISNIS
PROPERTI
BALUN IJUK, 30 MARET 2016
SURAT PERJANJIAN KERJA SAMA
Tentang Pemberian Pinjaman Modal Bisnis Properti
Pada hari ini, Rabu,
tanggal 30, bulan Maret, tahun 2016, kami yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Nama
: Julia, S.E
No.
KTP
: 1904044112950002
Alamat
: Jl. Raya Merdeka RT 005/RW 002 Desa Celuak
Telepon
: 0877 9765 5295
Dalam hal ini bertindak selaku atas nama diri sendiri, selanjutnya
dalam perjanjian ini disebut PIHAK PERTAMA.
2. Nama
: Dr. Abdul Rasyid Saliman, S.H., M.M.
No.
KTP
: 30547689005643
Alamat
: Jl. Ahmad Yani No. 69, Pangkalpinang
Telepon
: 0819 9876 8778
Dalam hal ini bertindak selaku atas nama diri sendiri, selanjutnya
dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatan perjanjian kerjasama
(selanjutnya disebut Kontrak) dalam hal pemberian pinjaman modal bisnis
properti pengadaan dan penjualan rumah
tinggal dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang diatur dalam 17 pasal
sebagai berikut:
PASAL 1
LINGKUP PROYEK
Pekerjaan
: Pengadaan dan Penjualan Rumah Tinggal.
Rincian
: Tipe 42, 2 (dua) kamar tidur, 1 (satu) ruang tamu, (satu) 1
kamar
mandi sebanyak 20 (dua puluh unit) dengan harga Rp 180.000.000,- (seratus
delapan puluh juta rupiah) per unit.
Lokasi
: Selindung Baru, Pangkalpinang.
PASAL 2
WAKTU PELAKSANAAN
Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan dimulai setelah perjanjian ini
ditandatangani, dan perhitungan nilai kerjasama ini ditargetkan selama 12 (dua
belas) bulan dari tanggal 30 Maret 2016 sampai dengan 30 Maret 2017. Jika
dalam waktu 12 (dua belas) bulan masih ada kavling yang belum terjual, maka
kerjasama dapat dilanjutkan dengan kesepakatan yang sama atau pihak kedua
berkewajiban membayarkan harga tanah kavling dengan harga kenaikan 20 % sesuai
dengan luasan tanah yang tertera di dalam sertifikat kavling tersebut dari
nilai awal kerjasama kepada Pihak Pertama.
PASAL 3
TUGAS PIHAK KEDUA
Sesuai dengan cakupan pekerjaan, pengelola melaksanakan,
menyelesaikan atas seluruh rangkaian pekerjaan yang diperlukan antara lain :
1. Merencanakan, mengurus perizinan, membangun,
melaksanakan pengawasan/supervisi bangunan, memasarkan dan mengurus
penjualan/menerima uang dan
menandatangani surat - surat penjualan yang diperlukan.
2. Memberikan informasi yang diperlukan dan
melaksanakan komunikasi dengan baik kepada pemilik modal tanah, yaitu Pihak
Pertama.
3. Membuat laporan pertanggung jawaban atas
penjualan rumah setiap bulan dan mempertanggung jawabkan
kepada pemilik modal tanah dengan mengembalikan modal tanah dan perolehan laba
proyek sesuai dengan perhitungan laba proyek dengan dasar jumlah minimal sesuai
dengan yang telah disepakati. (Sesuai lampiran atas Analisa Study
Kelayakan).
PASAL 4
TUGAS PIHAK PERTAMA
1. Menyerahkan sertifikat tanah yang menjadi objek
perjanjian kepada Pihak Kedua yang disimpan oleh Notaris yang ditunjuk.
2. Memberi kuasa kepada Pihak Kedua untuk memecah
tanah dan menjualnya kepada konsumen.
3. Berkewajiban membalik nama sertifikat kavling
rumah yang terjual kepada Konsumen apabila Pihak Kedua telah memenuhi segala
kewajiban pembayaran tanah kepada Pihak Pertama sesuai dengan luasan yang
terjual.
PASAL 5
KETENTUAN UMUM
1. Pihak Pertama selaku pemilik modal menyerahkan
sejumlah uang tertentu kepada Pihak Kedua untuk dipergunakan sebagai modal
bisnis untuk jenis usaha bisnis properti.
2. Pihak Kedua selaku pengelola modal dari Pihak
Pertama bertanggungjawab untuk mengelola usaha sebagaimana tercantum dalam
Pasal 3 ayat 1, 2, dan 3.
3. Pihak Kedua menerima modal dalam bentuk uang
dari Pihak Pertama yang diserahkan setelah perjanjian ini disepakati dan
ditandatangani, sebagaimana yang termaksud dalam Pasal 5 ayat 2.
4. Pihak Pertama akan mendapatkan keuntungan bagi
hasil usaha menurut persentase keuntungan yang telah disepakati bersama
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 2.
5. Masing-masing pihak memiliki andil dalam usaha
ini, baik modal maupun tenaga yang besar maupun pembagiannya sebagaimana
tercantum dalam Pasal 3 dan 4.
PASAL 6
MODAL KERJA
1. Modal Kerja adalah modal yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan, terdiri atas Modal Tanah dan Modal Bangunan :
2. Modal Kerja berupa tanah seluas 1.600 m2 (seribu
enam ratus meter persegi) terdiri dari 20 (dua puluh) kavling bidang tanah
dengan nilai yang disepakati dengan harga adalah Rp 200.000,- (dua ratus ribu
rupiah) per m2sehingga total modal seluruhnya senilai Rp
320.000.000,- (tiga ratus dua puluh juta rupiah) yang disediakan Pihak Pertama.
3. Modal kerja berupa Modal Bangunan yaitu modal
yang diperlukan untuk mengelola proyek berupa biaya perencanaan, perizinan,
supervisi dan pelaksanaan konstruksi, overhead proyek, pemasaran dan penjualan
dengan total modal senilai Rp 1.600.000.000,- (satu milyar enam ratus juta
rupiah) disediakan Pihak Pertama.
PASAL 7
MODAL USAHA
1. Besar total uang modal usaha, sebagaimana
disebut pada Pasal 4 ayat 2 dan 3 ditambah dengan harga per unit rumah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah sebesar Rp
1.920.000.000,- (satu milyar sembilan ratus dua puluh juta rupiah).
2. Modal Pihak Pertama tersebut
diserahkan kepada Pihak Kedua setelah akad ini
ditandatangani oleh kedua belah pihak, melalui transfer ke nomor
rekening 0234.567.8910 Bank BCA Cabang Pangkalpinang a.n Dr.
Abdul Rasyid Saliman, S.H., M.M.
PASAL 8
KEUNTUNGAN
1. Keuntungan usaha adalah keuntungan bersih (Nett
Profit) senilai Rp 1.680.000.000,- (satu milyar enam ratus delapan puluh
juta rupiah) berupa keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha (Cash
Profit) senilai Rp 3.600.000.000,- (tiga milyar enam ratus juta rupiah).
2. Presentase keuntungan usaha untuk Pihak
Pertama adalah sebesar 48% dariNett Profit.
3. Profit tersebut
akan dibayarkan oleh Pihak Pertama maksimal tanggal 20 (dua
puluh) tiap bulannya.
4. Profit tersebut
dapat disampaikan lewat transfer rekening antar bank yang telah
ditunjuk/disepakati atau dapat berupa pemberian cash secara langsung kepada
pihak Kedua.
PASAL 9
KERUGIAN
1.
Jika terjadi kerugian usaha yang disebabkan oleh suatu hal diluar kesalahan
Pihak Kedua ditanggung oleh kedua belah pihak dengan ketentuan, Pihak Pertama
akan menerima pengembalian modal setelah dikurangi setengah dari jumlah
kerugian yang diderita.
2. Jika
terjadi kerugian usaha yang disebabkan kelalaian oleh Pihak Kedua, maka Pihak
Pertama berhak mendapatkan pengembalian modal usaha secara utuh.
PASAL 10
MASA BERLAKU
1. Masa
berlaku yang tersebut pada Pasal 1 adalah 12 (dua belas) bulan
terhitung sejak perjanjian ini disepakati dan ditandatangani sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2.
2.
Atas kesepakatan Para Pihak, Kontrak dapat diperpanjang waktunya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan/atau ditambahkan nilai uang pokok investasi yang
diatur dalam Kontrak Baru dan/atau addendum Kontrak.
PASAL 11
JAMINAN
1. Pihak kedua memberikan sertifikat hak milik
berupa sebidang tanah Hak Milik yang terletak di Desa Padang Baru RT
006/RW 007, Kecamatan Pangkalanbaru Kabupaten Bangka Tengah seluas 10.000
m2 (sepuluhribu meter persegi).
2. Pihak pertama wajib mengembalikan sertifikat
yang menjadi jaminan sebagaimana disebutkan ayat 1 kepada Pihak
Kedua setelah Pihak pertama mengembalikan modal usaha.
PASAL 12
SANKSI BAGI HASIL PIHAK PERTAMA
1. Apabila Pihak Pertama tidak bisa memenuhi
kewajiban sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 7 ayat 3 selama 3 (tiga) hari
berturut-turut, maka Pihak Kedua pada tanggal 24 (dua puluh empat) di tiap bulannya
berhak untuk menagih profit yang menjadi hak Pihak Kedua
kepada Pihak Pertama.
2. Apabila Pihak Pertama sampai dengan 24 (dua
puluh empat) hari sejak ditagih oleh Pihak Kedua masih belum bisa memberikan profit yang
dimaksud, maka Pihak Pertama wajib mengembalikan uang pokok investasi yaitu
sebesar Rp 1.920.000.000,- (satu milyar sembilan ratus dua
puluh jutarupiah) pada hari tersebut ditambah dengan profit bulanan
yang berlangsung. Apabila sampai pada hari tersebut uang pokok investasi
tidak/belum dikembalikan dan profit belum diberikan, maka
Pihak Pertama dikenakan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh
lima juta rupiah) per hari. Akibat dari keterlambatan ini, maka Kontrak
dianggap berakhir setelah semua kewajiban Pihak Pertama dibayarkan.
PASAL 13
PENGEMBALIAN MODAL USAHA
Pihak Pertama berkewajiban mengembalikan modal usaha kepada
Pihak Kedua sebagaimana disebut dalam Pasal 2 pada
tanggal 30 Maret tahun 2017. Apabila sampai pada tanggal tersebut
modal usaha belum dikembalikan, maka Pihak Pertama dikenakan uang paksa
(dwangsom) sebesar Rp 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah) per hari dan
Kontrak dianggap berakhir setelah semua kewajiban Pihak Pertama dibayarkan.
PASAL 14
PINALTY
1. Selama masa Kontrak, Pihak Pertama maupun Pihak
Kedua tidak dapat merubah atau membatalkan atau memutus kontrak ini secara
sepihak, kecuali ada kesepakatan bersama yang diatur dalam addendum Kontrak.
2. Penarikan uang pokok investasi baik sebagian
atau seluruhnya sebelum habis masa berlaku Kontrak ini, maka Pihak Pertama
mengenakan biaya Pinalty yang besarnya sesuai dengan kesepakatan kedua belak
pihak.
PASAL 15
AHLI WARIS
1. Apabila Pihak Pertama sebagai pengelola
investasi dalam masa Kontrak mengalami halangan tetap atau meninggal dunia
sehingga tidak bisa melanjutkan atau mengelola Usaha ini, maka segala urusan
yang mengikat dalam Kontrak ini akan dilanjutkan oleh ahli waris atau kuasa
yang ditunjuk (secara tertulis) berdasarkan kesepakatan ahli waris Pihak
Pertama.
2. Apabila Pihak Kedua dalam masa kontrak mengalami
halangan tetap atau meninggal dunia, maka segala urusan yang mengikat dalam
kontrak ini, Pihak Kedua menunjuk Istri Pihak Kedua untuk melanjutkan kontrak
ini kepada dan apabila berhalangan tetap atau meninggal dunia maka akan
dilanjutkan oleh ahli waris atau kuasa yang ditunjuk (secara tertulis)
berdasarkan kesepakatan ahli waris Pihak Kedua.
PASAL 16
LAIN-LAIN
Bahwa hal-hal yang tidak dan/atau belum cukup diatur dalam Kontrak
ini akan diputuskan bersama oleh Para Pihak secara Musyawarah serta dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan dan jiwa dari perikatan/Kontrak ini, dan
dituangkan secara tertulis dalam Addendum Kontrak yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Kontrak ini atau menjadi satu kesatuan dengan kontrak
ini.
PASAL 17
STATUS HUKUM
Bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan Kontrak ini dengan
segala akibatnya, maka Para Pihak sepakat memilih tempat kediaman hukum
(domisili) yang umum dan tetap di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri.
Demikian Kontrak ini dibuat dan diselesaikan pada hari dan tanggal
seperti tersebut pada bagian awal Kontrak ini. Segera, setelah Kontrak ini
dibuat, Para Pihak dan Istri Pihak Kedua, lalu menandatangani Kontrak ini
diatas materai, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta tanpa adanya unsur
paksaan dari pihak manapun serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Dibuat
di
: Balun Ijuk
Pada tanggal
: 30 Maret 2016
PIHAK
KEDUA PIHAK
PERTAMA
Dr. Abdul Rasyid
Saliman, S.H., M.M. Julia